Senin, 25 Juli 2011

Lembaga Pengembangan Zakat

1.    Persyaratan Lembaga Pengembangan Zakat.
       Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Fiqih Zakat” menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan yaitu :
a.    Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan kaum muslim yang termasuk rukun Islam (rukun Islam ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslim ini diurus oleh sesama muslim.
b.    Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus ummat.
c.    Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena menyangkut kepercayaan ummat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya.
d.   Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.
e.    Memiliki kemampuan untuk malaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. [1]
       Hal lain yang menonjol, dikemukan dalam buku fiqh sebagaimana yang telah dikutip oleh Didin H. dalam bukunya menyataan bahwa zakat itu harus dikelola oleh amil (lembaga) yang profesional, amanah, bertanggung jawab, memiliki pengetahuan yang memadai tentang zakat dan memiliki waktu yang cukup untuk mengelola misalnya untuk sosialisasi, pendataan muzakki dan mustahik, dan penyaluran yang tepat sasaran, serta pelaporan yang transparan.[2]
       Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak sambilan. Banyaknya amil zakat yang secara sambilan dalam masyarakat kita menyebabkan amil zakat itu pasif dan hanya menunggu kedatangan muzakki untuk membayar zakat atau infaqnya. Dan sebagaian besar adalah bekerja pada bulan Ramadhan saja. Jika hal ini dirubah, maka perekonomian ummat akan mulai lebih baik.
       Di Indonesaia, berdasarkan keputusan menteri agama RI No 581 tahun 1999, dikemukan bahwa persyaratan tehnis lembaga amil zakat, antara lain adalah :
1.    Berbadan hukum.
2.    Memiliki data muzakki dan mustahik.
3.    Memiliki pembukuan yang baik.
4.    Memiliki persyaratan untuk bersedia diaudit.
       Persyaratan tersebut tentu mengarah kepada profesionalisme dan transparansi dari setiap lembaga pengelola zaat. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan semakin bergairah untuk menyalurkan zakatnya ke lembaga pengelola zakat.
2.    Pelaksanaan Pengembangan Zakat
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ

Artinya.     “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”, [3]

Juga pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ

Artinya.  “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”, [4]

Dalam surat at-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat (‘amilina’alaiha). Sedangkan dalam surat at-Taubah: 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil).
Imam Qurtubi ketika menafsirkan ayat tersebut (at-Taubah: 60) menyatakan bahwa ‘amil itu adalah orang yang ditugaskan (diutus oleh imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur-rasyidin sesudahnya, mereka selalu mempunyai petugas khusus yang mengatur masalah zakat, baik pengambilan maupun pendistribusiannya. Diambilnya zakat dari muzakki (orang yang memiliki kewajiban berzakat) melalui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada mustahik, menunjukkan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal kreatif (kedermawanan), tetapi juga ia suatu kewajiban yang juga bersifat otoritatif (ijbari).
Pengembangan potensi zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan antara lain :
1.      Untuk menjamin kepastian dan disiplin membayar zakat.
2.      Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
3.      Untuk mencapai efisien dan aktivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat.
4.      untuk memperlihatkan syiar Islam  dengan semangat penyelenggaraan pemerintah yang Islami.
3.        Cara Menyalurkan Zakat
Zakat dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam perogram kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik sebagaimana tergambar dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya.  Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana  [5]

         Berdasarkan ayat diatas dapat dijelaskan orang-orang  yang berhak menerima zakat ialah:
  1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga    untuk memenuhi penghidupannya.
  2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
  3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
  4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
  5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
  6. Orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
  7. Jihad dijalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
  8. Musafir: orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.


[1] Didin, “Zakat Dalam Perekonomin Modern”,( Malang UIN –Malang Press, 2008 )  hal.124.
[2] Didin Hafidhuddin dkk, “The Power Of Zakat Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara” (Malang UIN –Malang Press, 2008), Hal. 97.
[3] QS. at-Taubah (9): 60.
[4] QS. at-Taubah (9):103.
[5] QS. at-Taubah (9): 60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar