Senin, 25 Juli 2011

Zakat


1.    Pengertian Zakat.
       Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-bartakatu (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-taharatu (kesucian), ash-shalahu (keberesan). Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang  lainnya, akan tetapi pada prinsinya sama bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, dengan persyaratan tertentu pula.[1]
       Menurut etimologi zakat adalah suci, tumbuh berkembang dan berkah. Menurut terminologi zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu.[2]
       Adapun zakat menurut syara’ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nisab (batas kuantitas bagi wajib zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq). [3]
       Zakat merupakan ajaran yang melandasi bertumbuh-kembangnya sebuah kekuatan sosial ekonomi ummat Islam. Seperti empat rukun Islam yang lain, ajaran zakat menyimpan beberapa dimensi yang kompleks meliputi nilai privat publik, vertikal horizontal, serta ukhrowi dan duniawi. Nilai-nilai tersebut adalah landasan pengembangan kehidupan kemasyarakatan yang komprehensif.[4]
       Dengan demikian zakat adalah suatu bentuk perintah wajib, diinstuksikan Tuhan bagi setiap muslim agar dilaksanakan dan dipergunakan sebagai modal primer untuk kebahagiaan akhirat. [5]
       Dengan melaksanakan perintah zakat se-efisien mungkin, dunia dan akherat kita akan terjamin, sesuai dengan doa kita sepanjang masa agar Allah SWT selalu memberi anugerah kepada kehidupan kita, baik dunia maupun akherat.
       Oleh sebab itu, zakat akan menjadi modal, baik modal di dunia maupun modal di akherat. Modal di akherat, tak lain dari pahala yang akan dianugrahkan Allah SWT kepada kita, karena harta yang telah kita terima di dunia ini telah disalurkan dan dipergunakan sesuai dengan perintah Allah SWT. Sedangkan modal dunia, adalah perannya harta zakat itu bagi kesejahteraan semua warga masyarakat dengan jalan memergunakan harta itu sebagai harta yang berkembang.[6]
       Zakat, shadaqah dan infaq esensinya sama dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Bahkan harus dibagi kepada delapan asnaf, seperti tercantum dalam QS.At-Taubah (9):60. 
       Dalam fiqh, ketiga istilah (zakat, infaq dan shadaqah) dibedaan. Zakat adalah shadaqah yang sifatnya wajib, berdasarkan ketentuan nisab, hal dan asnaf, walaupun pada umumnya sasarannya berpedoman pada aat 60 QS. At-taubah diatas.
       Baik zakat maupun shadaqah, keduanya termasuk dalam pengertian infaq, yaitu bagian yang membelanjakan harta dan kekayaannya di jalan Allah SWT. Namun dalam pengertian sehari-hari, infaq adalah sesuatu yang dikeluarkan di luar atau sebagian tambahan dari zakat yang sifatnya sukarela. [7]
       Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa zakat yang dimaksud dalam ayat tersebut meliputi infaq, sumbangan dan shadaqah itu sendiri. Kesemuanya itu hanya boleh dibagikan kepada salah satu dari delapan macam asnaf yang disebutkan dalam ayat 60 surat At-Taubah sebagai berikut :
a.    Orang fakir, orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. Orang miskin : orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
b.    Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
c.    Muallaf : orang kafr yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
d.   Memerdekan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang kafir.
e.    Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan ummat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
f.     Jihad di jalan Allah (sabilillah) : yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Diantara mufassirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya.
g.    Musafir : orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
h.    Ibnu sabil , yaitu orang yang bepergian jauh. [8]
       Selain golongan orang-orang yang berhak menerima zakat ada juga dari golongan orang – orang yang tidak berhak menerima zakat sebagaimana yang telah dijelaskan melalui sabda Rasullllah SAW “tidak halal bagi orang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga mengambil zakat” (HR. Abu Daud, An-Nasa’i, At Turmuzi, Ibnu Majjah, Imam Ahmad).[9]
       Berdasarkanb sabda Rasulullah SAW terdaat lima golongan orang yang tidak berhak menerima zakat antara lain :
a.         Orang yang sudah kaya karena hasil usahanya.
b.        Hamba sahaya, karena termasuk orang kaya disebabkan mendapat nafkah dari juragannya.
c.         Keturunan Rasulullah SAW yaitu Bani Hasyim. Termasuk keturunan Ali, keturunan Uqbal, keturunan Ja’far, keturunan Abbas dan keluarga Harits.
d.        Orang yang menjadi tanggungan orang yang berzakat, seperti orang tua (Bapak-Ibu,Kakek-Nenek), istri kakak, anak dan seterusnya. Namun jika mereka menjadi amil atau termasuk golongan yang berhutang banyak, maka boleh menerima zakat sekedarnya.
e.         Orang kafir (non muslim) tidak berhak menerima dan mendapatkan zakat fitrah. [10]
2.    Tujuan Zakat.
Adapun tujuan zakat adalah sebagai berikut :
a.         Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan.
b.        Membantu pemecahan masalah oleh para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya.
c.         Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama ummat Islam dan manusia pada umumnya.
d.        Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pada pemilik harta.
e.         Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang miskin.
f.         Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan miskin dalam masyarakat.
g.        Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.
h.        Mendidik manusia untuk menunaikan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
i.          Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.[11]
       Dari sembilan tujuan zakat yang tercantum diatas, bertujuan untuk membersihan diri kita dari sifat yang tidak kita inginkan pada diri kita sendiri. Tujuan dari zakat ini tidak lain hanyalah membawa ummat Islam kepada kebaikan dan agar umat Islam terbiasa dengan sifat saling tolong-menolong antara sesama muslim dan membangun sifat solidaritas bagi kaum muslimin.
3.    Landasan Hukum.
Mengenai dasar hukum zakat, maka Al-Quran adalah rujukan utama, yaitu sebagai berikut :
Surat at-taubah ayat 11 :
bÎ*sù (#qç/$s? (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨9$# öNä3çRºuq÷zÎ*sù Îû Ç`ƒÏe$!$# 3 ã@Å_ÁxÿçRur ÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÊÊÈ
Artinya :  
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang Mengetahui.”

Surat At-taubah ayat 103 :
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[12] dan mensucikan[13] mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Surat Ar-rum ayat 39 :
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
Artinya : 
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.


Surat Al-baqarah ayat 267 :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
      
       Dari ayat diatas kita memperoleh penjelasan bahwa zakat itu adalah ibadah yang harus dikeluarkan dengan niat yang ihlas karena Allah SWT semata. Begitu berat ancaman bagi orang yang mengumpulkan harta dan tidak menafkahkannya, tidak hanya mencampakkan dirinya ke dalam penyakit moral, tetapi juga melakukan kejahatan yang besar terhadap masyarakat seluruhnya,  dimana mudharat dan keburukannya akan kembali menimpa dirinya sendiri, oleh sebab itu Islam membenci kebakhilan dan ketamakan dalam mencari harta benda. 
4.    Prinsip Zakat.
Zakat mempunyai lima prinsip yaitu :
a.       Prinsip Keyakinan Keagamaan (faith).
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa membayar zakat yakin dengan pembayaran tersebut merupakan salah satu bentuk manisfestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya,belum merasa sempurna ibadahnya.
b.      Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan.
Pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia.
c.       Prinsip produktifitas (productivity) dan kematangan.
Produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu.
d.      Prinsip kebebasan (freedom).
Prinsip ini menjelasan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama, zakat tidak dipungut dari orang-orang yang sedang dihukum atau orang yang sedang menderita penyakit jiwa.
e.       Prinsip etik (ethic) dan kewajaran.
Pada prinsip ini dijelaskan zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.[14]
       Dengan beberapa prinsip zakat ini dapat diambil suatu pelajaran yang sangat bermanfaat bagi ummat Islam. Dari prinsip zakat ini dapat dilihat suatu keyakinan ummat Islam kepada agama yang dianutnya sebagai agama yang paling benar dalam arti perintah dalam agama untuk membayar zakat dengan tujuan untuk saling tolong menolong antar ummat Islam.
       Maksud dari prinsip ini adalah bahwa yang membayar zakat yakin dengan pembayaran tersebut merupakan salah satu bentuk manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikannya maka belum merasa sempurna ibadahnya.
5.    Muzakki Dan Mustahik.
       Muzakki adalah orang orang yang disepakati wajib mengeluarkan zakat karena telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh syara. Orang yang disepakati wajib membayar zakat adalah :
a.       Islam, tidak wajib zakat atas non muslim.
b.      Baligh dan berakal sehat, anak-anak yang belum balihg dan tidak waras akalnya tidak wajib zakat baginya, tetapi harta keduanya wajib dizakati oleh wali masing masing.
        Mustahik zakat adalah orang orang yang berhak untuk menerima zakat yaitu diantara delapan golongan sebagaimana tercantum dalam surat at-taubah ayat 60 berikut ini :
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ

Artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Berdasaran surat At-taubah ayat 60 diatas,   yang berhak menerima zakat ialah:
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.  Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.  Muallaf : orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5.  Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.


[1] Didin Hafidhuddin, “Zakat Dalam   Perekonomian Modern “ (Jakarta : Gema Insani, 2002), Hal.7.
[2] M. Ali Hasan, “Masalah Fiqhiyah Zakat Pajak Asuransi Dan Lembaga Keuangan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal. 1.
[3] Wahbah Al-Zuhayly, “Zakat Kajian Berbagai Mazhab” (Bandung : PT. Remaja Rosdakara, 1995), Hal.82.
[4] Sudirman, “Zakat Dalam Arus Pusaran Modernitas” (Malang : UIN Malang Press, 2007), Hal. 1.
[5] Abu Fajar Al Qaami, “Tuntunan Islam Jalan Islam Lurus Dan Benar “(Jakarta: Gitamedia Press,2004), hal. 265.
[6] Ibid, hal.265.
[7] Muslihun Muslim, “Fiqih Ekonomi Dan Positivasinya Di Indonesia “ (Mataram : Lembaga Kajian Islam Dan Masyarakat IAIN Mataram, 2006 ), hal. 85.
[8] Sulaeman Rasyid, “Fiqih Islam”( Jakarta : Attahiriyah, 1954), Hal. 207.
[9] Nasruddin Razak, “Dienul Islam” (Bandung :PT. Almaarif,1996), Hal. 190.
[10] Muhammad Daud Ali, “Sistem Ekonomi Zakat Dan Wakaf “ (Jakarta : UI-Press, 1998), Hal. 7. 
[11] Ibid, hal.10.
[12] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.
[13] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
[14] Bid, hal. 13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar